Sesat Pikir
A. Pengantar
Sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
B. Fenomena Sesat Pikir
Termasuk “kepalsuan” dapat digunakan dalam berbagai kemungkinan, seperti untuk menggambarkan gagasan yang keliru atau keyakinan yang salah. Dalam logika, termasuk tersebut dipergunakan dalam arti yang lebih sempit, yaitu palsu berarti keliru dalam menalar atau dalam berargumen. Ada dua kemungkinan kegagalan.
1. Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen memuat premis yang terbentuk dari preposisi yang keliru.
Contoh:
Premis 1: ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-militer.
Premis 2: Tentara bayaran tidak memperhatikan fungsi sipil.
Kesimpulan: Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran.
2. Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari.
Contoh:
Premis 1: Sifat Tuhan adalah kekal abadi.
Premis 2: Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal abadi.
Kesimpulan: Tuhan dan Pancasila adalah identik.
Ada dua macam argumen yang salah, yakni sebagai berikut:
1. Kekeliruan Relevansi
Kekeliruan relevansi adalah argumen yang sebenarnya keliru namun tetap diterima umum karena banyak orang yang menerima argumen tersebut tidak merasa kalau mereka itu sebenarnya telah tertipu. Argumen-argumen ini bersifat prsuarsif dan dimaksudkan untuk mempengaruhi aspek kejiwaan orang lain. Sebagai contoh argumen ini terdapat dalam pidato politik dalam kampanye yang dimaksudkan untuk meredam situasi.
2. Ambiguitas Penalaran
Argumen ini terjadi karena kesalahan dalam penalaran yang disebabkan oleh kecerobohan dan kurangnya perhatian orang terhadap pokok persoalan yang terkait, atau keliru karena dalam menggunakan term posisi yang memiliki ambiguitas makna dari bahasa yang digunakan dalam berargumen. Term ini memiliki arti yang lebih dari satu misalnya, term salah prosedur yang sering diucapkan pejabat untuk berdalih bila mendapatkan kritik dari masyarakat.
C. Kekeliruan Relevansi
Kekeliruan ini biasanya terjadi karena ruang lingkup argumen menunjukkan bahwa premis-premisnya secara logis tidak memiliki relevansi dengan kesimpulan yang hendak dicapai. Berikut macam-macam jenis kekeliruan ini.
1. Argumentum ad Baculum
Argumen ini dibenarkan berdasarkan kekuasaan. Biasanya argumen ini diikuti dengan pernyataan “kekuasaan membuat segalanya benar”. Sebagai contoh, suatu perkara yang diajukan ke Mahkamah Agung dinyatakan batal demi hukum setelah muncul “surat sakti”.
2. Argumentum ad Hominem (I)
Argumen ini diarahkan untuk menyerang manusianya secara langsung. Ada dua interpretasi yang dapat diterapkan untuk memahami kekeliruan ini.
a. Penerapan argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang menyatakan sebuah argumen.
b. Argumen ini juga dapat menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap seseorang.
3. Argumen ad Hominem (II)
Argumen ini menitikberatkan pada hubungan yang ada diantara keyakinan seseorang dan lingkungan hidupnya. Pada umumnya menunjukkan pola pikir yang diarahkan pada pengutamaan kepentingan pribadi.
Sebagai contoh, konflik atau selisih pendapat antara BKKBN dan beberapa pemuka agama tentang penggunaan alat-alat kontrasepsidalam pelaksanaan program keluarga berencana. Kebenaran dan kekeliruan masing-masing argumen sulit ditetapkan karena masing-masing puhak memiliki dasar ruang lingkup pola pikir yang berbeda.
4. Argumentum ad Ignorantiam
Argumen ini bertolak belakang dari anggapan yang tidak mudah dibuktikan kesalahannya atau bahkan tidak dapat juga dengan mudah dibuktikan kebenarannya.
5. Argumentum ad Misericordiam
Argumen ini didasarkan atas perasaan belas kasihan sehingga orang mau menerima atau membenarkan kesimpulan yang diperoleh orang dari argumen tersebut. Namun, sebenarnya kesimpulan yang ditarik tidak menitikberatkan pada fakta yang dipermasalahkan, melaikan semata-mata karena perasaan belas kasihan, cinta kasih, dan sebagainya.
6. Argumentum ad Populum
Argumen ini sering kali diterjemahkan sebagai “kekeliruan yang diterima umum” atau “salah kaprah”. Argumen ini sering dipergunakan untuk mengendalikan emosi masyarakat terhadap kesimpulan yang tidak didukung oleh bukti-bukti yang jelas.
7. Argumentum ad Verecundiam
Argumen ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan rumit, kita sering memerlukan pendapat atau pandangan seorang pakar yang seakan-akan kita pandang sebagai “dewa” ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki keabadian seperti sifat Tuhan sendiri. Pandangan ini dianggap benar karena dinyatakan oleh Notonagoro, pakar yang diunggulkan oleh para pemikir filsafat di lingkungan masyarakat ilmiah kita
8. Accident
Sesat pikir ini biasanya terdapat dalam perkara-perkara yang sifatnya khusus atau bersifat kebetulan, namun kemudian dianggap berlaku umum sehingga penerapannya yang dijadikan hukum umum tersebut dalam banyak hal menjadi tidak relevan sama sekali.
9. Converse Accident
Sesat pikir ini adalah suatu kecenderungan yang dimiliki oleh seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal tertentu yang mungkin sudah dianggap popular.
Sebagai contoh, seorang dokter bedah member injeksi narcose kepada pasien untuk menghilangkan rasa sakit pada saat pelaksanaan operasi bedah. Ini bukan berarti bahwa setiap dokter boleh menggunakan narcose sebagai obat penenang.
10. False Cause
Ada dua kemungkinan orang keliru dalam menyimpulkan sebab terjadinya suatu peristiwa.
a. Non Causa Pro Causa adalah kemungkinan kesalahan pikiran ini sebetulnya bukan menjadi sebab yang sebenarnya bagi dampak suatu peristiwa.
b. Hoc Ergo Propter Hoc adalah kemungkinan kesalahan pikiran yang kedua menunjuk pada penarikan kesimpulan bahwa sebuah peristiwa dapat dijadikan sebab bagi peristiwa yang lainnya kerena menurut faktanya peristiwa yang pertama secara kebetulan terjadi mendahului yang lain.
11. Petitio Principii
Petitio principia adalah suatu kesimpulan yang diturunkan dari proposisi premis-premis yang sudah diterima secara umum. Sebagai contoh, kebebasan berpendapat dan berbicara di hadapan umum adalah hak asasi manusia karena kebebasan adalah kodrat manusia. Namun, pada kenyataannya orang tetap dibatasi kebebasannya untuk berpendapat, maka premis dalam contoh tersebut menjadi tidak relevan lagi.
12. Complex Question
Mengenai pertanyaan yang harus di jawab dengan kritis, karena biasanya penanya yang hanya mendapat jawaban “ya” kurang puas dengan apa yang di berikan.
13. Ignoratio Elenchi
Jika diartikan berarti ‘kesimpulan yang tidak relevan’. Ini adalah kekeliruan dalam penarikan kesimpulan yang tidak relevan ini dapat terjadi bilamana sebuah argument yang sebenarnya disusun dengan maksud untuk membentuk sebuah kesimpulan khusus diarahkan untuk menjelaskan kesimpulan lain yang justru berbeda dengan yang dimaksudkan.
D. Ambiguitas Argumen
Sesat pikir jenis ini biasanya terdapat dalam argumen-argumen yang didalamnya terdiri dari kata-kata yang ambigu, memiliki dua arti, atau bermakna ganda. Ada beberapa jenis kekeliruan argumentasi yang disebabkan oleh ambiguitas ini.
1. Ekuivokasi: kata-kata yang sama bunyinya tetapi mempunyai arti yang berbeda.
2. Amphiboly: Sebuah pernyataan dikatakan mengandung amphiboly bila batasan maknanya tidak jelas. Ini terjadi karena struktur tata bahasa yang mudah diubah sesuai dengan “ kebetulan “ .
3. Accent: Berupa pernyataan yang sifatnya menipu pembaca/pendengar karena adanya perubahan makna yang terjadi akibat perubahan tekanan pada bagian kalimat.
4. Komposisi: ada dua kemungkinan kekeliruan
1) Penalaran dapat keliru karena keterangan dari bagian-bagian argumen sebagai keterangan pernyataan keseluruhan.
2) Penalaran dapat keliru karena keterangan dari bagian-bagian tertentu dari sebuah argumen dianggap identik dengan atribut pada bagian-bagian yang lain.
5. Pembagian: ada dua kemungkinan yang terjadi
1) Apa yang benar secara keseluruhan pasti juga benar untuk bagian-bagiannya.
2) Apa yang benar bagi sesuatu bagian, dianggap benar juga untuk bagian-bagian lainnya.
E. Strategi Menghindari Sesat Pikir
1. Harus jeli dan cermat terhadap kesalahan-kesalahan dalam menalar
2. Harus mampu mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan-kesalahan dalam menalar
3. Harus bersikap kritis terhadap setiap argumen
4. Harus dapat mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas
5. Harus dapat mengidentifikasikan setiap kata atau term yang kita gunakan
Sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
B. Fenomena Sesat Pikir
Termasuk “kepalsuan” dapat digunakan dalam berbagai kemungkinan, seperti untuk menggambarkan gagasan yang keliru atau keyakinan yang salah. Dalam logika, termasuk tersebut dipergunakan dalam arti yang lebih sempit, yaitu palsu berarti keliru dalam menalar atau dalam berargumen. Ada dua kemungkinan kegagalan.
1. Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen memuat premis yang terbentuk dari preposisi yang keliru.
Contoh:
Premis 1: ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-militer.
Premis 2: Tentara bayaran tidak memperhatikan fungsi sipil.
Kesimpulan: Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran.
2. Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari.
Contoh:
Premis 1: Sifat Tuhan adalah kekal abadi.
Premis 2: Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal abadi.
Kesimpulan: Tuhan dan Pancasila adalah identik.
Ada dua macam argumen yang salah, yakni sebagai berikut:
1. Kekeliruan Relevansi
Kekeliruan relevansi adalah argumen yang sebenarnya keliru namun tetap diterima umum karena banyak orang yang menerima argumen tersebut tidak merasa kalau mereka itu sebenarnya telah tertipu. Argumen-argumen ini bersifat prsuarsif dan dimaksudkan untuk mempengaruhi aspek kejiwaan orang lain. Sebagai contoh argumen ini terdapat dalam pidato politik dalam kampanye yang dimaksudkan untuk meredam situasi.
2. Ambiguitas Penalaran
Argumen ini terjadi karena kesalahan dalam penalaran yang disebabkan oleh kecerobohan dan kurangnya perhatian orang terhadap pokok persoalan yang terkait, atau keliru karena dalam menggunakan term posisi yang memiliki ambiguitas makna dari bahasa yang digunakan dalam berargumen. Term ini memiliki arti yang lebih dari satu misalnya, term salah prosedur yang sering diucapkan pejabat untuk berdalih bila mendapatkan kritik dari masyarakat.
C. Kekeliruan Relevansi
Kekeliruan ini biasanya terjadi karena ruang lingkup argumen menunjukkan bahwa premis-premisnya secara logis tidak memiliki relevansi dengan kesimpulan yang hendak dicapai. Berikut macam-macam jenis kekeliruan ini.
1. Argumentum ad Baculum
Argumen ini dibenarkan berdasarkan kekuasaan. Biasanya argumen ini diikuti dengan pernyataan “kekuasaan membuat segalanya benar”. Sebagai contoh, suatu perkara yang diajukan ke Mahkamah Agung dinyatakan batal demi hukum setelah muncul “surat sakti”.
2. Argumentum ad Hominem (I)
Argumen ini diarahkan untuk menyerang manusianya secara langsung. Ada dua interpretasi yang dapat diterapkan untuk memahami kekeliruan ini.
a. Penerapan argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang menyatakan sebuah argumen.
b. Argumen ini juga dapat menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap seseorang.
3. Argumen ad Hominem (II)
Argumen ini menitikberatkan pada hubungan yang ada diantara keyakinan seseorang dan lingkungan hidupnya. Pada umumnya menunjukkan pola pikir yang diarahkan pada pengutamaan kepentingan pribadi.
Sebagai contoh, konflik atau selisih pendapat antara BKKBN dan beberapa pemuka agama tentang penggunaan alat-alat kontrasepsidalam pelaksanaan program keluarga berencana. Kebenaran dan kekeliruan masing-masing argumen sulit ditetapkan karena masing-masing puhak memiliki dasar ruang lingkup pola pikir yang berbeda.
4. Argumentum ad Ignorantiam
Argumen ini bertolak belakang dari anggapan yang tidak mudah dibuktikan kesalahannya atau bahkan tidak dapat juga dengan mudah dibuktikan kebenarannya.
5. Argumentum ad Misericordiam
Argumen ini didasarkan atas perasaan belas kasihan sehingga orang mau menerima atau membenarkan kesimpulan yang diperoleh orang dari argumen tersebut. Namun, sebenarnya kesimpulan yang ditarik tidak menitikberatkan pada fakta yang dipermasalahkan, melaikan semata-mata karena perasaan belas kasihan, cinta kasih, dan sebagainya.
6. Argumentum ad Populum
Argumen ini sering kali diterjemahkan sebagai “kekeliruan yang diterima umum” atau “salah kaprah”. Argumen ini sering dipergunakan untuk mengendalikan emosi masyarakat terhadap kesimpulan yang tidak didukung oleh bukti-bukti yang jelas.
7. Argumentum ad Verecundiam
Argumen ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sulit dan rumit, kita sering memerlukan pendapat atau pandangan seorang pakar yang seakan-akan kita pandang sebagai “dewa” ilmu pengetahuan.
Sebagai contoh, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila memiliki keabadian seperti sifat Tuhan sendiri. Pandangan ini dianggap benar karena dinyatakan oleh Notonagoro, pakar yang diunggulkan oleh para pemikir filsafat di lingkungan masyarakat ilmiah kita
8. Accident
Sesat pikir ini biasanya terdapat dalam perkara-perkara yang sifatnya khusus atau bersifat kebetulan, namun kemudian dianggap berlaku umum sehingga penerapannya yang dijadikan hukum umum tersebut dalam banyak hal menjadi tidak relevan sama sekali.
9. Converse Accident
Sesat pikir ini adalah suatu kecenderungan yang dimiliki oleh seseorang untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal tertentu yang mungkin sudah dianggap popular.
Sebagai contoh, seorang dokter bedah member injeksi narcose kepada pasien untuk menghilangkan rasa sakit pada saat pelaksanaan operasi bedah. Ini bukan berarti bahwa setiap dokter boleh menggunakan narcose sebagai obat penenang.
10. False Cause
Ada dua kemungkinan orang keliru dalam menyimpulkan sebab terjadinya suatu peristiwa.
a. Non Causa Pro Causa adalah kemungkinan kesalahan pikiran ini sebetulnya bukan menjadi sebab yang sebenarnya bagi dampak suatu peristiwa.
b. Hoc Ergo Propter Hoc adalah kemungkinan kesalahan pikiran yang kedua menunjuk pada penarikan kesimpulan bahwa sebuah peristiwa dapat dijadikan sebab bagi peristiwa yang lainnya kerena menurut faktanya peristiwa yang pertama secara kebetulan terjadi mendahului yang lain.
11. Petitio Principii
Petitio principia adalah suatu kesimpulan yang diturunkan dari proposisi premis-premis yang sudah diterima secara umum. Sebagai contoh, kebebasan berpendapat dan berbicara di hadapan umum adalah hak asasi manusia karena kebebasan adalah kodrat manusia. Namun, pada kenyataannya orang tetap dibatasi kebebasannya untuk berpendapat, maka premis dalam contoh tersebut menjadi tidak relevan lagi.
12. Complex Question
Mengenai pertanyaan yang harus di jawab dengan kritis, karena biasanya penanya yang hanya mendapat jawaban “ya” kurang puas dengan apa yang di berikan.
13. Ignoratio Elenchi
Jika diartikan berarti ‘kesimpulan yang tidak relevan’. Ini adalah kekeliruan dalam penarikan kesimpulan yang tidak relevan ini dapat terjadi bilamana sebuah argument yang sebenarnya disusun dengan maksud untuk membentuk sebuah kesimpulan khusus diarahkan untuk menjelaskan kesimpulan lain yang justru berbeda dengan yang dimaksudkan.
D. Ambiguitas Argumen
Sesat pikir jenis ini biasanya terdapat dalam argumen-argumen yang didalamnya terdiri dari kata-kata yang ambigu, memiliki dua arti, atau bermakna ganda. Ada beberapa jenis kekeliruan argumentasi yang disebabkan oleh ambiguitas ini.
1. Ekuivokasi: kata-kata yang sama bunyinya tetapi mempunyai arti yang berbeda.
2. Amphiboly: Sebuah pernyataan dikatakan mengandung amphiboly bila batasan maknanya tidak jelas. Ini terjadi karena struktur tata bahasa yang mudah diubah sesuai dengan “ kebetulan “ .
3. Accent: Berupa pernyataan yang sifatnya menipu pembaca/pendengar karena adanya perubahan makna yang terjadi akibat perubahan tekanan pada bagian kalimat.
4. Komposisi: ada dua kemungkinan kekeliruan
1) Penalaran dapat keliru karena keterangan dari bagian-bagian argumen sebagai keterangan pernyataan keseluruhan.
2) Penalaran dapat keliru karena keterangan dari bagian-bagian tertentu dari sebuah argumen dianggap identik dengan atribut pada bagian-bagian yang lain.
5. Pembagian: ada dua kemungkinan yang terjadi
1) Apa yang benar secara keseluruhan pasti juga benar untuk bagian-bagiannya.
2) Apa yang benar bagi sesuatu bagian, dianggap benar juga untuk bagian-bagian lainnya.
E. Strategi Menghindari Sesat Pikir
1. Harus jeli dan cermat terhadap kesalahan-kesalahan dalam menalar
2. Harus mampu mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan-kesalahan dalam menalar
3. Harus bersikap kritis terhadap setiap argumen
4. Harus dapat mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas
5. Harus dapat mengidentifikasikan setiap kata atau term yang kita gunakan
Komentar
Posting Komentar